KOMPAS.com — Meskipun baru penelitian awal, riset menunjukkan mereka yang hobi menenggak minuman bersoda setiap hari berisiko tinggi terkena stroke dan serangan jantung ketimbang orang yang tidak minum soda.
"Hasil penelitian ini seharusnya menjadi peringatan untuk mulai mengurangi soda dan menggantinya dengan air putih," kata Dr Steven Greenberg. Ia adalah ahli saraf dari Harvard Medical School yang mempresentasikan hasil penelitiannya pada pertemuan stroke internasional di California, Amerika Serikat, Kamis (10/2/2011).
Kendati demikian, Greenberg mengaku belum ada penjelasan ilmiah mengapa soda berisiko mengakibatkan stroke. Ini mungkin juga karena para penggemar soft drink termasuk malas berolahraga, gemuk, minum alkohol, dan punya faktor risiko stroke lain, seperti merokok serta hipertensi.
"Wajar jika kami sangsi karena belum diketahui mekanismenya secara jelas. Hasil riset ini bisa dilihat sebagai studi pendahuluan," kata Ketua Peneliti Hannah Gardener dari Universitas Miami. Ia menambahkan, untuk mereka yang ingin mengurangi kalori, konsumsi soft drink bisa diganti dengan minuman tanpa pemanis.
Penelitian mengenai stroke dan minuman bersoda ini dilakukan berdasarkan Northern Manhattan Study yang melibatkan 2.500 orang berusia 40 tahun ke atas di New York. Pengumpulan data dilakukan melalui telepon secara acak tahun 1993-2001.
Separuh responden adalah orang hispanik (keturunan Amerika Latin) dan seperempatnya orang kulit hitam. Partisipan studi ditanya mengenai pola makan dan status kesehatan mereka dalam 10 tahun terakhir. Pada periode itu, sebanyak 559 orang terkena stroke dan serangan jantung, 338 di antaranya fatal.
Penggemar berat soda (116 orang) memiliki risiko stroke 48 persen lebih tinggi dari orang yang tidak pernah minum soda. Bahkan, risikonya tetap tinggi meski faktor risiko penyakit kardiovaskular lainnya disertakan.
Studi sebelumnya mengaitkan kebiasaan minum soft drink dengan diabetes dan orang yang menderita sindrom metabolik (kegemukan, hipertensi, dan sebagainya).
Dr Maureen Storey dari American Beverage Association mengkritik hasil studi tersebut karena tidak ada bukti kuat kaitan soda dengan serangan stroke. "Banyak kelemahan dalam riset ini, antara lain tidak disertakannya faktor keturunan," katanya.
Apalagi, beberapa studi justru menemukan konsumsi garam sebagai faktor risiko lebih kuat pada terjadinya stroke. Penelitian menunjukkan risiko stroke akan naik 16 persen pada orang yang mengonsumsi garam sebanyak 500 miligram per hari.
"Hasil penelitian ini seharusnya menjadi peringatan untuk mulai mengurangi soda dan menggantinya dengan air putih," kata Dr Steven Greenberg. Ia adalah ahli saraf dari Harvard Medical School yang mempresentasikan hasil penelitiannya pada pertemuan stroke internasional di California, Amerika Serikat, Kamis (10/2/2011).
Kendati demikian, Greenberg mengaku belum ada penjelasan ilmiah mengapa soda berisiko mengakibatkan stroke. Ini mungkin juga karena para penggemar soft drink termasuk malas berolahraga, gemuk, minum alkohol, dan punya faktor risiko stroke lain, seperti merokok serta hipertensi.
"Wajar jika kami sangsi karena belum diketahui mekanismenya secara jelas. Hasil riset ini bisa dilihat sebagai studi pendahuluan," kata Ketua Peneliti Hannah Gardener dari Universitas Miami. Ia menambahkan, untuk mereka yang ingin mengurangi kalori, konsumsi soft drink bisa diganti dengan minuman tanpa pemanis.
Penelitian mengenai stroke dan minuman bersoda ini dilakukan berdasarkan Northern Manhattan Study yang melibatkan 2.500 orang berusia 40 tahun ke atas di New York. Pengumpulan data dilakukan melalui telepon secara acak tahun 1993-2001.
Separuh responden adalah orang hispanik (keturunan Amerika Latin) dan seperempatnya orang kulit hitam. Partisipan studi ditanya mengenai pola makan dan status kesehatan mereka dalam 10 tahun terakhir. Pada periode itu, sebanyak 559 orang terkena stroke dan serangan jantung, 338 di antaranya fatal.
Penggemar berat soda (116 orang) memiliki risiko stroke 48 persen lebih tinggi dari orang yang tidak pernah minum soda. Bahkan, risikonya tetap tinggi meski faktor risiko penyakit kardiovaskular lainnya disertakan.
Studi sebelumnya mengaitkan kebiasaan minum soft drink dengan diabetes dan orang yang menderita sindrom metabolik (kegemukan, hipertensi, dan sebagainya).
Dr Maureen Storey dari American Beverage Association mengkritik hasil studi tersebut karena tidak ada bukti kuat kaitan soda dengan serangan stroke. "Banyak kelemahan dalam riset ini, antara lain tidak disertakannya faktor keturunan," katanya.
Apalagi, beberapa studi justru menemukan konsumsi garam sebagai faktor risiko lebih kuat pada terjadinya stroke. Penelitian menunjukkan risiko stroke akan naik 16 persen pada orang yang mengonsumsi garam sebanyak 500 miligram per hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar